Matematika Islam

(Sumber: www.storyofmathematics.com)

Kekaisaran Islam yang didirikan di Persia, Timur Tengah, Asia Tengah, Afrika Utara, Iberia, dan wilayah-wilayah India sejak abad 8 telah memberi sumbangsih signifikan bagi ilmu matematika. Mereka mampu menyerap dan memadukan perkembangan matematika Yunani dan India.

Konsekuensi dari larangan Islam terhadap pelukisan wujud manusia adalah meluasnya penggunaan pola-pola geometris rumit untuk mendekorasi bangunan mereka, mengangkat matematika sebagai bentuk seni. Bahkan, seiring waktu, para seniman Muslim menemukan beraneka bentuk simetri yang dapat dilukiskan pada permukaan 2-dimensi.

Beberapa contoh simetri rumit yang dipakai dalam dekorasi masjid.
Beberapa contoh simetri rumit yang dipakai dalam dekorasi masjid.

Al-Qur’an sendiri mendorong pengumpulan ilmu pengetahuan, dan Zaman Emas sains dan matematika Islam tumbuh subur sepanjang periode pertengahan dari abad 9 s/d 15. Baitul Hikmah dibangun di Baghdad sekitar tahun 810, dan dimulailah penerjemahan karya-karya besar matematika dan astronomi Yunani dan India ke dalam bahasa Arab.

Matematikawan terkemuka Persia Muhammad Al-Khwarizmi merupakan Direktur pertama Baitul Hikmah di abad 9, dan salah satu matematikawan Muslim awal terhebat. Barangkali sumbangsih terpenting Al-Khwarizmi bagi matematika adalah sokongan kuatnya terhadap sistem bilangan Hindu (1-9 dan 0), yang diakuinya memiliki kemampuan dan efisiensi untuk merevolusi matematika Islam (dan kelak Barat), dan segera diadopsi oleh seluruh dunia Islam, dan juga Barat kemudian.

Sumbangsih penting lain dari Al-Khwarizmi adalah aljabar, dan dia memperkenalkan metode dasar aljabar, “pereduksian” dan “penyeimbangan”, dan menyediakan keterangan lengkap tentang pemecahan persamaan polinomial hingga derajat kedua. Dengan begini, dia membantu menciptakan bahasa matematika abstrak kuat yang masih dipakai di seluruh dunia hari ini, dan memperkenankan cara lebih umum dalam menganalisa soal, daripada sekadar soal-soal spesifik yang dipikirkan oleh bangsa India dan China sebelumnya.

Matematikawan Persia abad 10, Muhammad Al-Karaji, memperluas aljabar lebih jauh lagi, membebaskannya dari warisan geometri, dan memperkenalkan teori kalkulus aljabar. Al-Karaji adalah orang pertama yang memakai metode pembuktian dengan induksi matematika untuk membuktikan temuannya, dengan membuktikan bahwa pernyataan pertama dalam serentetan pernyataan ananta adalah benar, dan kemudian membuktikan bahwa jika suatu pernyataan dalam rentetan tersebut benar maka pernyataan berikutnya juga benar.

Di antaranya, Al-Karaji memakai induksi matematika untuk membuktikan teorema binomial. Binomial adalah tipe ekspresi aljabar sederhana yang memiliki dua suku saja, hanya dioperasikan oleh penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pangkat bilangan bulat positif, contohnya (x + y)2. Koefisien-koefisien yang dibutuhkan saat binomial diperluas akan membentuk segitiga simetris, biasanya disebut Segitiga Pascal, dari nama matematikawan Prancis abad 17 Blaise Pascal, walau banyak matematikawan lain sudah mempelajarinya berabad-abad lebih dulu di India, Persia, China, dan Italia, termasuk Al-Karaji.

Teorema Binomial dapat dinyatakan sebagai:

(a + b)^n = a^n + na^{n-1}b^1 + \frac{n(n-1)}{2}a^{n-2}b^2 + ... + b^n

Koefisien yang dihasilkan dengan memperluas binomial bentuk (a + b)n dapat diperlihatkan dalam bentuk segitiga simetris:

Teorema Binomial dalam Segitiga Simetris
Teorema Binomial dalam Segitiga Simetris

Beberapa ratus tahun pasca Al-Karaji, Omar Khayyam (mungkin lebih dikenal sebagai pujangga dan penulis “Rubaiyat”, padahal tergolong matematikawan dan astronom penting) memperumum metode-metode India untuk ekstraksi akar pangkat dua dan pangkat tiga agar mencakup akar pangkat empat, pangkat lima, dan lebih tinggi lagi di awal abad 12. Dia melakukan analisa sistematis terhadap soal-soal pangkat tiga, menguak adanya beberapa jenis persamaan pangkat tiga yang berlainan. Meski berhasil memecahkan persamaan pangkat tiga, dan meski sering dikaitkan dengan pengenalan dasar-dasar geometri aljabar, dia tersendat oleh ketidakmampuannya dalam memisahkan aljabar dari geometri. Dan metode aljabar murni untuk solusi persamaan pangkat tiga harus menunggu 500 tahun kemudian, menanti matematikawan Italia del Ferro dan Tartaglia.

Trigonometri Bola Al-Tusi
Trigonometri Bola Al-Tusi

Astronom, ilmuwan, dan matematikawan Persia abad 13, Nasir Al-Din Al-Tusi, kiranya adalah orang pertama yang memperlakukan trigonometri sebagai disiplin matematika terpisah, berbeda dari astronomi. Bertumpu pada karya terdahulu buatan matematikawan Yunani seperti Menelaus dari Alexandria dan karya India berkenaan dengan fungsi sinus, dia memberikan penjelasan rinci pertama tentang trigonometri bola, termasuk membuat daftar enam kasus segitiga siku-siku dalam trigonometri bola. Salah satu sumbangsih pentingnya bagi matematika adalah rumus hukum terkenal, sinus segitiga bidang datar, a/(sin A) = b/(sin B) = c/(sin C), meski hukum sinus untuk segitiga bola sudah ditemukan lebih dulu oleh Abul Wafa Buzjani dan Abu Nasr Mansur dari Persia pada abad 10.

Matematikawan Muslim abad pertengahan lainnya yang layak dicatat meliputi:

  • Tsabit bin Qurra dari Arab (abad 9), mengembangkan rumus umum untuk penurunan bilangan-bilangan ramah, ditemukan ulang jauh kemudian oleh Fermat dan Descartes (bilangan ramah adalah sepasang bilangan di mana jumlahan pembagi salah satu bilangan sama dengan bilangan pasangan, contohnya pembagi 220 adalah 1, 2, 4, 5, 10, 11, 20, 22, 44, 55, dan 110, yang jumlahannya adalah 284; dan pembagi 284 adalah 1, 2, 4, 71, dan 142, yang jumlahannya adalah 220).
  • Matematikawan Arab Abul Hasan al-Uqlidisi (abad 10), menulis teks lestari paling awal yang menunjukkan kegunaan posisional bilangan Arab, terutama kegunaan desimal dibanding pecahan (misalnya 7,375 dibanding 7 3/8).
  • Ahli geometri Arab Ibrahim bin Sinan (abad 10), melanjutkan penyelidikan Archimedes terhadap luas dan volume, serta tangen lingkaran.
  • Ibnu al-Haytam, juga dikenal sebagai Alhazen, dari Persia (abad 11), selain karya rintisannya di bidang optik dan fisika, menunjukkan pangkal pertautan antara aljabar dan geometri, dan menemukan apa yang kini dikenal sebagai “persoalan Alhazen” (dia matematikawan pertama yang menderivasikan rumus untuk jumlah pangkat empat, dengan metode yang mudah diperumum).
  • Kamal al-Din al-Farisi dari Persia (abad 13), menerapkan teori belahan kerucut untuk memecahkan persoalan optik, serta menempuh penelitian dalam teori bilangan seperti bilangan ramah, faktorisasi, dan metode kombinatorial.
  • Ibnu al-Banna al-Marrakushi dari Maroko (abad 13), karyanya meliputi topik-topik seperti perhitungan akar pangkat dua dan teori pecahan berkelanjutan, serta penemuan pasangan bilangan ramah baru untuk pertama kalinya sejak zaman kuno (17.296 dan 18.416, kelak ditemukan ulang oleh Fermat) dan penggunaan pertama notasi aljabar sejak era Brahmagupta.

Seiring mencekiknya pengaruh Kekaisaran Utsmani Turki mulai abad 14 atau 15, matematika Islam mengalami kemandekan, dan perkembangan selanjutnya beralih ke Eropa.

5 thoughts on “Matematika Islam

  1. Memang begitulah tahapan yang diremehkan dan diabaikan banyak orang. Menerjemahkan “pekerjaan” “orang asing”. Masalahnya kondisi saat ini sudah sangat menyedihkan. Kita berada di antara dua karakter tak bertanggungjawab: nasionalisme dan ekstrimisme. Entah itu karena kepribadiannya yang menuntut sempurna dalam segala hal sejak awal, atau karena kebanggaan semata.

    Para nasionalis paling sumringah ketika melihat “orang mereka” disebut di dunia internasional, dengan tema: “Prestasi dan kreativitas anak bangsa di panggung dunia”. Dalam talkshow dan berita, pemirsa dibawa bersama untuk sama-sama bangga atas perjalanan-menuju-prestasi seseorang yang, patut diakui, amat tajam terdengar seketika oleh mereka. Kita boleh mengira bahwa mereka apresiatif. Tapi itu palsu. Palsu. Karena pada gilirannya, tak satupun mereka berupaya memberi sarana dan prasarana bagi “orang mereka” itu, sebagaimana semangat mereka pada awalnya. Lebih buruk lagi, mereka pikir itu bisa menutupi penyimpangan urusan bangsa dan negara. “Orang mereka” itu, jika sudah tercatat, mereka kendalikan dengan cap “kreatif” dan “inovatif”. Tapi ketika membicarakan ke mana bangsa dan negaranya akan dibawa, mereka berpikir lebih sempit lagi, yakni: tidak mau tahu pemikiran akademis “orang mereka” itu. Ajaibnya, tindakan mereka mencerminkan watak mereka bersama selama ini, yang selalu merasa lebih besar dari agama. Beda pendapat, langsung pecah. Beda pendapat, langsung loncat. Beda pendapat, langsung pecat. Beda pendapat, buat lagi alternatif. Tapi inilah untungnya. Sekalipun para nasionalis mengaku nasionalis, yang selalu membanggakan identitas mereka di dalam negeri (aneh bukan?), merekalah yang paling bersegera dengan urusan harta masyarakat, pejabat, konglomerat, duit bangsat, utang yang bikin melarat, hingga jual aset (lebih aneh lagi bukan?). Saya yakin, semua itu bukan makna “bekerja” yang sejati, di mana itu erat kaitannya dengan tujuan Anda bekerja. Apakah untuk di dunia ini saja, ataukah juga untuk di akhirat kelak.

    Sementara di lain pihak, para ekstrimis lumayan tak jauh berbeda. Dengan tanpa mempelajari karakter masyarakatnya, mereka tak sanggup mengambil hikmah dari kemajuan peradaban Islam di masa lampau. Mereka mendorong kita melihat kemajuan Islam masa lampau dan menerapkannya berlandaskan agama, tapi menolak bagaimana kemajuan itu diiringi dengan cara mempelajari dan mengembangkan apa yang “orang asing” pelajari. Padahal, jika mau jujur, secara praktis, mereka menggunakan peralatan “orang asing”, hal yang juga terjadi ketika “orang asing” itu dulu lakukan dengan peradaban Islam. Dorongan mereka seperti itu mencerminkan ketidakselarasan hasrat dan perbuatan. Menginginkan sesuatu yang fundamental hanya dengan tindakan. Dan enggan memperbaiki pandangan mengenai sifat-sifat perbaikan yang tidak mungkin hanya bergantung pada posisinya sendiri.

    Tentu bila mau melihat lebih dalam, jelas ideologi kedua pihak tersebut berbeda. Tapi jika melihat bagaimana mereka menempatkan tujuan masyarakatnya pada keadilan mereka, itu tak lebih dari subjektifitas yang mendominasi perspektif mereka.

    Ini harus disadari. Perbaikan dan kemajuan tidak diperoleh dengan cara mengurung diri di tempat yang kita sendiri mengatakan secara naif, “mengasingkan diri” atau “memerdekakan diri” yang mana membuat setiap pihak berlomba meyakinkan diri akan keadaannya: “Kita lebih baik dari Timur Tengah”, “Kita lebih baik dari Barat”, “Kita lebih baik dari China”, “Islam Indonesia lebih baik dari Timur Tengah”, atau “Islam Indonesia lebih bisa diterima di Barat”.

    Itu sama dengan menjustifikasi diri tanpa adanya pengujian/tidak teruji (padahal Allah bisa saja menguji dengan bentuk apapun yang tidak mereka pahami, kapanpun), dan condong mengembangkan dan membingkai kebangsaan plus agama (atau agama plus kebangsaan) menjadi bentuk kebanggaan golongan. Bagaimana ini terjadi? Salah satu hal yang bisa dinilai adalah karena mereka (nasionalis dan ekstrimis), secara geografis, tidak pernah menemukan perbatasan dengan orang lain dan tidak berdekatan dengannya. Mereka hanya memikirkan apa yang mereka lihat di sekelilingnya yang terbatas. Mereka tidak pernah merasakan, sebagaimana yang Eropa, Afrika, Timur Tengah, Amerika, dan daratan Asia lainnya alami. Bagaimana berinteraksi dengan orang-orang yang, secara identitas, tidak sama dengan mereka. Jika tidak waspada, watak seperti ini akan mendarah daging dan menjadi kesombongan bersama. Dan menimbulkan kemunduran bahkan kehancuran perlahan. Karena itu, tidak mengherankan jika selama ini mereka tidak dapat menempatkan diri secara positif ketika memahami dan memberitakan penghancuran Afghanistan, Irak, dan Suriah. Yakni, dengan penuh eksploitasi dan penyimpangan, mereka mencari kesamaan karakter “musuh” mereka secara merata seraya menutupi yang lainnya secara membabi-buta-tuli.

    Padahal, jika kemajuan, perubahan, dan perbaikan itu dimaknai sebagai “gerak”, maka secara fisik (bukankah blog ini banyak membahas tentang fisika?), orang-orang yang ingin maju, orang-orang yang ingin berubah, orang-orang yang ingin perbaikan, harus memperhatikan gerak dan langkah orang lain, mengambil pelajaran dari gerak mereka. Jangan sampai menganggap bahwa kita bukan manusia seperti mereka, atau, mereka bukan manusia seperti kita. Sebagaimana kejatuhan dan kebangkitan adalah kepastian, maka penyebab keduanya, baik dan buruknya, adalah juga harus jadi pelajaran yang selalu terjadi. Dan ini, perlu Anda tekankan, sama sekali bukan bagiannya mereka—nasionalisme dan ekstrimisme.

  2. Pemikiran Saudara mirip dengan yang kami pikirkan, rasakan, dan saksikan, hanya saja pengungkapan Saudara terlalu kasar dan vulgar. Bersikap adil adalah hal paling sulit.

    Sama seperti Saudara, terus-terang yang kami benci adalah kaum nasionalis mainstream, the establishment. Mereka itu munafik. Tiap lihat iklan Kick An*y, Mata Na*wa, dan semacamnya, atau TV-TV mainstream, kami muak. Tiap ada pejabat khotbah soal implementasi Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, kami muak. Kami bilang, “Prett!” Mereka cuma beretorika. Menghibur orang-orang yang mudah terharu, atau lugu.

    Toh kita semua bisa simpulkan dengan pasti:
    1. Orang yang merusak negara adalah mereka yang mengaku negarawan nasionalis
    2. Orang yang merusak ekonomi adalah mereka yang mengaku ekonom nasionalis
    3. Orang yang mengkhianati Pancasila adalah mereka yang mengaku Pancasilais
    4. Orang yang merusak jurnalisme adalah mereka yang mengaku jurnalis profesional
    5. Orang yang merusak demokrasi adalah mereka yang mengaku demokratis

    Dan dua tahun belakangan ini hampir semua aktivis/media nasionalis anti korupsi menjadi pendukung gubernur DKI yang berkelakuan korup (kami bicara begini ada ukuran objektifnya loh). Mereka bungkam soal korporat korup dan perusak di Sumatera dan Kalimantan. Mereka sudah mabuk, buta-tuli.

    Siapa yang berani pungkiri kenyataan di atas?

    Tapi pada intinya, semua ini terjadi karena politik dipegang oleh orang-orang yang tak punya standar nilai berpolitik. Karena politik tidak dipegang oleh politisi (dalam kacamata Islam) tapi oleh penjahat.

    Adapun soal kelebihbaikan rasial, ini bukan masalah kita saja sekarang. Kaum purist kulit putih pun sedang merasa terancam oleh gelombang imigran Afrika Utara, Timur Tengah, dan diaspora China. Coba cek di google dengan kata kunci “white genocide”. Mereka, orang Barat yang selama ini menceramahi kita tentang kesetaraan, kebebasan, mereka kini menuduh ada genosida masal terhadap ras kulit putih. Bahkan mereka menuduh Sri Paus terlibat, lucu bukan? Bagaimana kalau umat Katolik di negara kita dengar? Apa jadinya?

    Padahal harusnya kelompok macam ini sadar siapa pemicu keadaan ini: pemerintahan mereka sendiri. Mereka sedang menanggung akibat dari perbuatan mereka sendiri, merampok dan menghancurkan Timur-Tengah, Asia Selatan, Afrika. Kelak aksi “kolonialisme” China di Afrika dan Asia pun akan menuai akibatnya. Ini sunnatullah. Mereka tidak tahu caranya menjadi penguasa yang baik. Mereka hanya dikuasai oleh nafsu berkuasa. Pendapat ini tak ada kaitannya dengan “Lebih baik dari Bangsa ini atau Itu”. Tapi lebih kepada mendudukkan dampak yang terlihat ke akar masalahnya.

    Ekstrimisme banyak sebabnya. Sebagian terintimidasi oleh perkataan/perbuatan musuh, hingga masuk jebakan. Jujur, memang hari ini kaum Muslim seolah malu/segan mengakui sepotong informasi ilmiah yang datang dari orang kafir. Ini berbahaya bagi penerimaan kebenaran. Karena statusnya belum tentu benar atau salah. Jangan otomatis mempertentangkan atau mengadaptasikan. Kita bisa mengambilnya sebagai bahan. Terlebih manusia tak boleh berhenti belajar dan berpikir. Batasannya satu saja: tauhid.

    Tapi kita masih bisa melihat nilai positif dari kaum ekstrimis: mereka adalah orang yang peka terhadap sifat buruk makhluk bernama manusia.

    Bagi kami, yang jadi ukuran di akhirat nanti adalah iman dan takwa.

    Allahu a’lam.

  3. Kejayaan Islam sudah lama punah. Cuma sebatas angan dan eforia belaka bagi para pemimpi yang dalam dirinya tertanam ambisi “omong kosong”, sesekali mengeluarkan suara decitan kecil dengan harap suaranya terdengar dan dunia akan peduli.

    Menterjemahkan materi-materi yang sedemikian rumit dan ‘berkesan keren’. Alih-alih hanya segelintir muslim saja yang mampu memahami, dan itupun cuma kulitnya saja.

    Sekelompok kaum muslim yang terlanjur tengelam pada doktrin anjaran agamanya, kehilangan pikiran objektif ditengah hiruk pikuk dunia realistis. Ahli-ahli mengkoreksi sistem, tidak tahu dirinya diperbudak sistem karena terserang penyakit jiwa yang disebut paranoid. Kebingungan yang dibuat dirinya sendiri, karena kesengajaannya menutup kepalanya dengan plastik kresek hitam bercorak doktrin. Sungguh malang kaum yang menganggung-agungkan agamanya, oh Islam yang istimewa nan agung. Masih dengan kantong plastik yang menutup kepalanya, menabrak tembok sana-sini, malah temboknya yang dijadikan korban pelampiasan kekecewaan.

    Kasihan-kasihan wahai kau para muslim… haha

  4. Terima kasih atas komentar Saudara. Sebetulnya kami sangat tidak dianjurkan untuk berkomentar atau menanggapi komentar di blog-blog kami.

    Entah harus mulai dari mana menanggapi komentar Saudara. Tapi begini saja.

    1. Kami cukup tegar untuk menerima takdir ALLAH bahwa kejayaan peradaban/bangsa dipergilirkan. Hari itu, di masa itu, peradaban Islam sudah layak dan memenuhi syarat untuk ambruk berkeping-keping. Dengan sebab takdir ALLAH, kerusakan internal, dan plot eksternal. Hasrat kami akan bangkitnya Kekhalifahan bukanlah ambisi pribadi, bukan nostalgia masa lalu, bukan kekecewaan pada masa kini, tapi bentuk keyakinan dan keimanan pada janji ALLAH SWT melalui hadits-hadits Nabi Muhammad SAW. Ini tidak berbeda dengan keyakinan Umat Nasrani akan kembalinya Yesus untuk mendirikan Kerajaan Tuhan di muka bumi, atau umat Yahudi dengan Messiah-nya yang akan menghidupkan kembali kerajaan Daud/Sulaiman, atau umat Buddha dengan Maitreya-nya yang akan menjadi suksesor pendiri Buddhisme dan menyediakan keselamatan di zaman kesengsaraan, atau Hindu dengan Kalki-nya yang akan mengakhiri zaman kegelapan dan kerusakan, dan hampir semua agama lainnya. Ini bukan decitan kecil. Para pemeluk Nasrani, Yahudi, Buddhisme, Hindu, Tao, yang mengkaji dan mengimani kitab masing-masing, di dalam hati mereka tertanam kerinduan terhadap apa yang dijanjikan pada mereka sejak dahulu. Mereka percaya, biarpun dicemooh oleh intern seagama atau penganut agama lain atau anti-agama atau kaum atheis.

    2. Terus soal menerjemahkan materi rumit dan berkesan keren. Kami tidak keren-kerenan. Sainstory adalah bagian kecil dari inisiatif penerjemahan “kecil-kecilan” yang kami lakukan, meski porsinya besar. Sejujurnya, yang mempermasalahkan hal ini bukan cuma orang kafir seperti Saudara, tapi saudara-saudara kami yang seiman pun tak kalah menyentil. Tapi tak apa. Kami tak keberatan. Kalau Saudara mau sedikit berpikir, orang awam pun mampu mencerna materi pilihan kami. Pasalnya, sumber aslinya memang diperuntukkan bagi khalayak umum, bukan profesional. Makanya para ilmuwan di sana mengistilahkannya “popular science”. Juga jangan remehkan kerja keras editor aslinya di luar sana. Lagipula pada akhirnya, usaha para ilmuwan itu, semakin mereka mencoba memahami lebih kompleks, semakin tidak bisa melepaskan diri dari upaya untuk menyederhanakannya, yang mungkin kita hanya menganggapnya sebagai “kulit”.

    Terakhir, Perkenankan kami kupas identitas Saudara yang Saudara pakai untuk memperkenalkan diri, “Antek China Kristen Zionis”.

    1. Kata “China” tidak tepat jika Saudara bangga dengan identitas ras Saudara, yang pas adalah “Tiongkok”. Istilah “China” itu mempunyai makna yang berkonotasi menghina atau merendahkan. Istilah yang dipakai penjajah terhadap pribumi jajahan.

    2. Saya menduga Saudara termakan provokasi media Islam, atau justru termakan propaganda Yahudi melalui ide “Illuminati Bloodlines”. Saya tambahkan, Mao Zedong/Mao Tse-Tung waktu kecil ingin belajar tentang Kristus tapi ditolak oleh sebuah sekolah misionaris. Beliau dilempar keluar dengan kasar. Apa sebabnya? Tak lain karena beliau China. Sejak saat itu beliau tak pernah lupa perlakuan buruk yang diterimanya dari orang-orang Kristen. Secara parsial ini menjelaskan kebenciannya terhadap agama Kristen. Paling banter yang menyatukan China dan Yahudi adalah komunisme, itu pun China modern, bukan China tradisional kerajaan pra kemenangan Partai Komunis.

    Saya heran, kenapa Saudara sebagai orang China sudi menjadi bagian dari ide keantekan seperti ini. China sebagai peradaban telah berdiri amat sangat lama. Bahkan leluhur China tercatat dengan temuan fosil Peking Man yang berumur 750.000 tahun. Dunia mengenal Peradaban China dengan filsafat, seni, dan pengobatannya, tapi jarang terdengar yang namanya Peradaban Yahudi atau Peradaban Kristen. Amerika sekalipun belum bisa disebut peradaban. Dinasti China mampu bertahan dari serbuan Inggris dalam Perang Candu Pertama dan serbuan Inggris, Prancis, Amerika dalam Perang Candu Kedua. China klasik berkali-kali bentrok dengan Rusia dalam konflik perbatasan. Kalau Saudara mau baca sejarah, dulu waktu China diinvasi oleh Jepang, pemerintahnya menyuruh ulama di China untuk menerbitkan fatwa berlakunya kewajiban jihad, bahkan mereka memakai hadits untuk itu: “Cinta tanah air adalah sebagian dari iman.” (terlepas dari status palsu atau sahihnya hadits ini) Maka Muslim di sana akhirnya turun perang melawan Jepang. Mereka juga kirim ulama ke Arab Saudi dan Qatar untuk kepentingan ini.

    Jumlah orang China kira-kira 1,5 miliar, sementara orang Yahudi kurang-lebih 15 juta. Sudikah yang 1,5 miliar itu disetarakan dengan 15 juta? China punya ide sinosentrisme. Nasionalisme China beranggapan tempat lahir manusia adalah di China baratdaya. Menurut tradisi China, kakek-moyang manusia bukanlah Adam dan Hawa. Jika Saudara sudah siap dengan ide keantekan China-Kristen-Yahudi, maka kami ucapkan selamat datang di Dunia Ibrahim, selamat datang di perang klan Ibrahim. Tinggalkan ide mitos, klenik, takhayul, dongeng China, dewa-dewa, konfusius, tao, dll. Mulai sekarang Saudara akan berperang demi Yahudi-Kristen.

    Padahal kalau Saudara-saudara China mau jeli, Saudara diuntungkan dengan tidak terlibat dalam perang agama samawi Yahudi-Kristen-Islam. Seorang pengamat politik asing pernah bilang China beruntung tidak terseret masalah ideologis keagamaan di Timur Tengah, beda dengan Rusia, AS, Inggris, Prancis, Israel, Iran, plus India.

    Jika Saudara pikir kami alergi dengan identitas ke-China-an Saudara atau keantekan Saudara dengan Kristen/Yahudi, Saudara salah besar. Blog ini adalah blog ilmu pengetahuan, bukan politik. Jadi semua sumber bisa masuk. Kebanyakan materi terjemahan kami, baik dari situs maupun majalah, membahas pemikiran ilmuwan yang lahir dari tradisi Kristen/Yahudi. Saat ini kami sedang menerjemahkan buku tentang kiprah China di Afrika karangan Howard W. French, berjudul “China’s Second Continent”, untuk tema geopolitik di blog kami yang lain. Juga buku fisika yang salah satu penulisnya orang China, Shing-Tung-Yau, dengan judul “The Shape of Inner Space”. Beliau adalah penemu manifold atau bentuk geometris Calabi-Yau bersama Eugenio Calabi. Apa gunanya provokasi di blog kami? Pelanggan kami cuma 50 orang, visitor harian rata-rata 200 orang. Kebanyakan yang datang kemari adalah orang terpelajar atau pencari sumber sains/sejarah. Akan lebih baik kalau Saudara terjemahkan warisan sastra China yang umurnya berabad-abad untuk memperkaya koleksi buku Indonesia kita.

    Kami bukan siapa-siapa, dan takkan menjadi siapa-siapa. Orang iseng macam kami jangan dianggap serius. Kalau kebetulan orang-orang setipe Saudara kebetulan tersesat ke jaringan blog kami, segera tutup browsernya. Blog kami ini numpang sama orang yang punya service. Jadi bisa ditutup kapan saja. Dari sini bisa dilihat betapa kecilnya kami. Tapi mungkin saja 100-200 tahun kemudian jejak kami masih tertinggal. Dan orang-orang Indonesia di masa itu (kalau Indonesia masih ada) akan berhitung di rezim siapa kami hidup: Oh rupanya kelompok ini pernah mengalami rezim “Kerja, Kerja, Kerja!” bukan “Om Do”. Atau sebaiknya Saudara datang kemari 25 tahun lagi. Saat itu, pamerkan pada kami apa yang sudah Saudara lakukan, terserah demi apa: mau Indonesia kek, China kek, Kristen kek, Zionis kek.

    Saya bisa rasakan luapan perasaan dalam kalimat Saudara. Bagus, bagus, marahlah. Saya suka itu. Kalau Saudara merasa terintimidasi, marahlah. Kalau Saudara merasa diusir, marahlah. Supaya orang-orang tahu Saudara bukan patung. Begitupun sebaliknya kami dan saudara-saudara kami. Orang kafir dan orang asing tak berhak mengatur-ngatur saya. Bisa saja saya menanggapi Saudara dengan meneladani diskresi gubernur DKI, pakai bahasa toilet, kebun binatang, atau preman terminal. Tapi syukurlah saya meneladani Nabi Musa, Nabi Isa, dan Nabi Muhammad. Kalau mau, kami bisa habisi citra China dari sudutpandang musuh-musuh Barat-nya, materinya banyak. Tapi itu terlalu mudah, terlalu sederhana. Belum waktunya membalik keadaan. Kami ingin lihat sejauh mana AS, Inggris, Rusia, China, India berhadap-hadapan. Kami ingin lihat China matang, bagaimana China akan menandingi Hollywood-nya AS. Bagaimana Komunisme China akan mengatasi Otokrasi Rusia dan Hinduisme India, pasca runtuhnya AS/Eropa/Vatikan. Sementara ini kami menonton saja. Mungkin sebagian dari pihak-pihak bertikai ini sesekali butuh Muslim lewat jalan belakang. Ya, maklum saja, ajaran jihad/perang Islam bukanlah ajaran gelap, bukan diskresi Nabi, bukan fatwa ulama, ini perintah official dari ALLAH SWT Maha Pencipta. Jadi perang kami adalah ibadah kami, darah dan daging kami. Tapi keberadaan Muslim cukup membuat kalian semua kikuk. Kami bisa menggerogoti kalian semua dari bawah, sedikit demi sedikit, perlahan-lahan. Silakan kami disebut teroris, fanatik, radikal, tikus got, kucing liar, serigala.

    Ngomong-ngomong, predikat “Antek China Kristen Zionis” ini dalam rangka menyerang siapa: Islam ataukah Indonesia, atau sepaket? Benarkah semua orang China Kristen Zionis merasa terwakili oleh Saudara? Kesamaan kepentingan tidak otomatis lahir dari kesamaan motivasi, tidak pula melahirkan kesamaan tujuan. Jangan terlalu idealis, politik itu dinamis, last minute, kata politisi. Saudara bisa ditertawakan. Kalau China serang Indonesia karena Islam dan Muslimnya, insya Allah kami turun gunung. Ini justru bakal asyik. Tapi kalau China serang Indonesia karena hendak mencaplok wilayah atau melengserkan Pancasila, kami persilakan dulu kepada TNI yang setia dan beberapa kelompok yang palsu: nasionalis, Pancasilais, kaum abangan, kaum pluralis, budayawan, komika, komedian, pelawak, selebritis, agamawan penjilat, sukarnois, revolusioner, suhartois, banser-banseran. Kalau nanti kami lihat mereka kabur dengan alasan tamasya atau ngurus bisnis atau S2/S3 ke Swiss, Amrik, Inggris, Ceko, Rusia, Singapura, atau Iran, barulah kita-kita ini turun. Perang berdampingan dengan golongan manusia macam ini bisa repot sendiri, sama dengan bunuh diri.

    Saya nasehati, perasaan keminoritasan Saudara justru membuat sebagian elemen mayoritas merasa iba/kasihan pada identitas kelompok Saudara. Saudara mau dikasihani seperti itu? Mau dianggap cengeng? Dan perasaan-perasaan macam ini mengacaukan logika dan hukum, merusak tatanan bernegara, melupakan gambaran yang lebih besar, mementingkan yang kecil dan membelakangi yang besar, membenarkan yang salah dan menyalahkan yang benar. Adalah wajar tuan rumah menjadi tuan di rumahnya sendiri.

    Kami harap sehabis ini tak ada lagi pengunjung yang menurunkan derajatnya sendiri dengan repot-repot memuja/mencela KEISENGAN kami padahal ini tidak merugikan/menguntungkan kehidupan pribadinya sehari-hari.

    Allahu a’lam.

  5. Silakan baca tema terjemahan kami di Unseen Hands. Isunya lumayan lama, genosida, pembersihan etnis, atau pencampuran ras. Tapi sasarannya kini, menurut mereka, adalah Bangsa Eropa Kulit Putih. Berkaitan dengan multikulturalisme, keanekaragaman, dan identitas bangsa.

    Mungkin bagi mayoritas masyarakat, teori konspirasi hanyalah isu, tapi bagi segelintir orang itu adalah Agenda. Bisa dibayangkan, sejak 9/11, wajah Timur Tengah sedang dirombak total, di mana mereka merasa tersanjung karenanya. Mereka memandang ideologi, agama, dan kondisi masyarakat dengan perspektifnya sendiri, perspektif elit globalis. Bahkan Islam dan umatnya pun dijadikan tunggangan.

    Semoga menambah wawasan dan pelajaran.

Leave a reply to BackToIslam Cancel reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.