Alternatif Bohm Untuk Mekanika Quantum

Oleh: David Z. Albert
(Sumber: Scientific American, Mei 1994, hal. 58-67)

Teori ini, diabaikan selama empat dekade terakhir, menantang gambaran subjektif probablistik realitas yang terdapat secara implisit dalam rumusan standar mekanika quantum.

Kucing quantum dalam eksperimen pikiran Schrödinger memperoleh penangguhan hukuman mati dari teori saingan.

Studi perilaku partikel subatom di abad ini berdiri di atas fakta-fakta amat mengherankan tentang dunia fisik. Pertama, untung-untungan murni (pure chance) mengatur cara kerja internal alam. Kedua, walaupun objek material selalu menempati ruang, terdapat situasi di mana mereka tidak menempati kawasan ruang tertentu. Ketiga, dan barangkali paling mengejutkan, hukum fundamental yang mengatur perilaku objek fisik “biasa” entah bagaimana tidak berlaku pada objek yang kebetulan berfungsi sebagai “instrumen pengukur” atau “pengamat”. Bagaimanapun, inilah yang diputuskan oleh para pendiri mekanika quantum; inilah yang sejak saat itu telah menjadi dogma resmi fisika teoritis; dan inilah, hingga hari ini, yang diajarkan dalam semua buku teks standar subjek tersebut.

Tapi sekarang muncul pendapat bahwa kesimpulan-kesimpulan itu diambil terlalu cepat. Bahkan, terdapat teori yang sama sekali berbeda dan tersusun lengkap yang menerangkan semua perilaku yang dikenal dari partikel-partikel subatom. Dalam teori ini, untung-untungan tidaklah memainkan peran sama sekali, dan setiap objek material tanpa kecuali betul-betul menempati suatu kawasan ruang tertentu. Lebih jauh, teori ini mengambil bentuk satu set hukum fisika dasar yang berlaku sama persis pada setiap objek fisik yang eksis.

Teori ini pada prinsipnya merupakan karya almarhum David J. Bohm dari Birkbeck College, London. Walaupun rumusannya telah ada dalam literatur ilmiah selama lebih dari 40 tahun, baru belakangan ini ia dilirik. Selama periode itu, pemikiran tentang persoalan semacam ini didominasi oleh dogma standar, biasanya disebut sebagai interpretasi mekanika quantum Kopenhagen sebab [dogma] ini kurang-lebih bisa ditelusuri dari fisikawan Denmark Niels Bohr dan lingkarannya.

Kucing quantum hidup adalah satu hasil potensial dari eksperimen pikiran Schrödinger yang terkenal, di mana zat radioaktif, begitu memancarkan partikel, akan memicu pelepasan racun mematikan. Persoalan yang ditimbulkan eksperimen ini adalah rekonsiliasi dua fakta berikut. Pertama, secara empiris semua kucing bagi kita terlihat hidup atau mati. Kedua, persamaan gerak linier mekanis quantum memprediksi bahwa kucing bisa berstatus amat ganjil di mana mereka tidak hidup ataupun mati. Dalam rumusan standar, terkadang disebut sebagai interpretasi Kopenhagen, pendekatan terhadap persoalan ini melibatkan pemberian peran unik dan wajib pada pengamat atau perangkat pengukur dalam melahirkan hasil determinis. Teori Bohm menolak gambaran subjektif ini: salah satu prestasi teori ini adalah memecahkan persoalan tersebut tanpa mengadakan peran istimewa bagi pengamat.

Saya akan mengawali artikel ini dengan garis besar argumen utama yang menopang dogma standar. Lalu saya akan menunjukkan secara singkat bagaimana teori Bohm berhasil menangani sebagian argumen tersebut. Terakhir, saya akan bercerita sedikit soal bagaimana dan di mana teori Bohm cocok dengan spekulasi kontemporer mengenai fondasi mekanika quantum.

Barangkali cara paling sederhana untuk merumuskan argumen penopang dogma standar ada dalam konteks eksperimen elektron. Eksperimen itu semuanya melibatkan pengukuran dua komponen yang biasanya disebut sebagai pusingan elektron. Demi kesederhanaan, saya akan menyebutnya sebagai pusingan horizontal dan pusingan vertikal.

Kebetulan, fakta empirisnya (sepengetahuan kita) adalah bahwa pusingan horizontal elektron hanya bisa memangku salah satu dari dua kemungkinan harga. Hal yang sama berlaku pada pusingan vertikal. Saya akan menyebut harga pusingan horizontal sebagai ke kanan dan ke kiri, sedangkan harga pusingan vertikal sebagai ke atas dan ke bawah.

Fisikawan dapat mengukur pusingan horizontal dan vertikal elektron secara mudah dan akurat dengan teknologi yang tersedia saat ini. Perangkat pengukur pusingan tipikalnya bekerja dengan mengubah arah gerakan elektron yang diumpan ke dalam perangkat berdasarkan harga komponen pusingan yang diukur. Dengan begitu, harga komponen pusingan tersebut bisa ditetapkan kemudian melalui pengukuran sederhana posisi elektron. Saya akan menyebut perangkat pengukur ini sebagai boks horizontal dan vertikal [lihat ilustrasi di bawah].

Fakta empiris lain tentang elektron adalah bahwa lazimnya tak ada korelasi antara harga pusingan horizontal dan harga pusingan vertikal mereka. Contoh, dari sekumpulan besar elektron berpusingan ke kanan yang diumpan ke dalam lubang masuk boks vertikal, persis separuhnya (secara statistik) akan muncul lewat lubang “ke atas” dan separuhnya lewat lubang “ke bawah”. Hal yang sama berlaku pada elektron berpusingan ke kiri yang diumpan ke dalam lubang masuk boks vertikal dan berlaku pada elektron berpusingan ke atas dan ke bawah yang diumpan ke dalam boks horizontal.

Fakta eksperimental lain tentang elektron, dan amat penting untuk tujuan kita, adalah bahwa pengukuran pusingan horizontal sebuah elektron dapat mengganggu harga pusingan vertikalnya, dan sebaliknya, secara tak terkendali. Jika, misalnya, kita melakukan pengukuran pusingan vertikal sekumpulan besar elektron di antara dua pengukuran pusingan horizontal mereka [lihat ilustrasi di bawah], yang selalu terjadi adalah bahwa pengukuran pusingan vertikal mengubah harga pusingan horizontal separuh elektron yang melintasinya, menyisakan separuh lagi yang tak berubah.

Belum ada seorang pun mampu merancang pengukuran pusingan vertikal yang menghindari gangguan demikian. Lebih jauh, belum ada seorang pun mampu mengidentifikasi atribut fisikal masing-masing elektron dalam kumpulan semacam itu yang menentukan mana di antara mereka yang pusingan horizontalnya berubah selama pusingan vertikalnya diukur dan mana yang tidak.

Doktrin resmi persoalan ini adalah bahwa pada prinsipnya pengukuran pusingan vertikal tidak memiliki efek lain selain efek terhadap harga pusingan horizontal. Lebih jauh, doktrin standar mendikte bahwa mutlak untung-untungan murni belaka elektron mana yang pusingan horizontalnya terubah oleh pengukuran pusingan vertikal, dan elektron mana yang tidak; sederhananya, hukum yang mengatur perubahan tersebut tidak deterministik. Dan kesimpulan ini tentu saja tidak salah dan beralasan berdasarkan data eksperimen.

Jika pengukuran suatu tipe pusingan memang, tanpa bisa dikendalikan, selalu mengganggu harga pusingan lain, maka tak ada cara untuk memastikan harga pusingan horizontal maupun vertikal elektron tertentu pada momen tertentu. Fenomena ini merupakan contoh prinsip ketidakpastian: pasangan atribut fisikal terukur, misalnya posisi dan momentum atau dalam kasus kita pusingan horizontal dan vertikal, dikatakan tidak serasi. Pengukuran terhadap yang satu akan selalu mengganggu yang lain, tanpa bisa dikendalikan. Masih banyak contoh lain pasangan atribut fisikal yang tak serasi.

Hanya segitu tentang indeterminisme. Tapi masih ada fitur-fitur partikel subatom yang lebih membingungkan. Perlu eksperimen lebih rumit untuk mempertunjukkannya. Bayangkan sebuah boks yang mengukur pusingan vertikal elektron-elektron [lihat ilustrasi di bawah]. Elektron berpusingan ke atas muncul dari boks sepanjang rute yang dilabeli naik; elektron berpusingan ke bawah keluar sepanjang rute yang dilabeli turun. Dengan demikian kita dapat mengatur sepasang “dinding pemantul” untuk membuat kedua jalur berpapasan di suatu titik lain. Permukaan pemantul ini bisa dirancang agar tidak mengubah atribut pusingan elektron sedikitpun. Di titik di mana kedua jalur berinterseksi, kita tempatkan “boks hitam” yang menggabung kedua jalur kembali menjadi satu, lagi-lagi tanpa mengubah harga pusingan.

Asumsikan kita mengumpan sekumpulan besar elektron berpusingan ke kanan, satu persatu, ke dalam boks vertikal. Elektron-elektron itu berjalan menyusuri jalur menuju boks hitam. Lalu begitu mereka muncul dari jalan keluar boks hitam, kita ukur pusingan horizontal mereka. Hasil seperti apa yang akan kita peroleh? Eksperimen terdahulu memberitahu kita bahwa secara statistik separuh elektron akan berpusingan ke atas dan akan mengambil “rute naik” melintasi alat. Separuh sisanya akan berpusingan ke bawah dan mengambil “rute turun”. Perhatikan separuh yang pertama. Sepanjang jalur antara boks vertikal dan titik keluar tak ada yang dapat memberi efek terhadap harga pusingan vertikal elektron. Oleh karenanya, mereka semua akan muncul dari alat sebagai elektron berpusingan ke atas. Sesuai dengan data kita sebelumnya, 50% dari mereka akan berpusingan ke kanan dan 50% berpusingan ke kiri. Separuh elektron yang berpusingan ke bawah akan memiliki statistik pusingan horizontal persis sama. Artinya, dengan menggabungkan seluruh ekspektasi ini, dalam pengumpanan kumpulan besar elektron berpusingan ke kanan ke dalam alat ini semestinya di akhir didapati separuhnya berpusingan ke kanan dan separuhnya berpusingan ke kiri.

Kesimpulan ini lumrah saja. Tapi hal menggelikan terjadi ketika Anda betul-betul mencoba eksperimen ini. Persis 100% elektron berpusingan ke kanan yang diumpan ke dalam alat ini (ingat, satu persatu) tetap keluar sebagai elektron berpusingan ke kanan di akhir.

Tak berlebihan melukiskan hasil ini sebagai salah satu yang teraneh dalam fisika modern. Barangkali memodifikasi eksperimen akan mengklarifikasi persoalan. Asumsikan kita memasang dinding pencegat elektron yang kecil dan bisa dipindahkan yang dapat digeser semau kita ke dan dari “rute naik” [lihat ilustrasi di atas]. Ketika dinding tersebut tidak dipasang, alat yang kita gunakan sama seperti sebelumnya, Tapi ketika dinding dipasang, semua elektron yang bergerak sepanjang “rute naik” tercegat, dan hanya elektron yang bergerak sepanjang “rute turun” yang dapat sampai ke boks hitam.

Apa yang akan kita temukan ketika kita memasang dinding? Sebagai permulaan, output total elektron di pintu keluar boks hitam pasti jatuh sebanyak 50%, sebab satu jalur terhalang. Bagaimana dengan statistik pusingan horizontal 50% sisanya? Ketika dinding tak terpasang, 100% umpan elektron berpusingan ke kanan berakhir sebagai elektron berpusingan ke kanan. Dengan kata lain, semua elektron itu berakhir sebagai berpusingan ke kanan, tak peduli apakah mereka mengambil “rute naik” atau “rute turun”. Jadi, karena kehadiran atau ketidakhadiran dinding di “rute naik” tidak dapat mempengaruhi elektron di “rute turun”, 50% sisanya semestinya berpusingan ke kanan, seluruhnya.

Sebagaimana bisa Anda tebak, yang terjadi dalam eksperimen justru berlawanan dengan ekspektasi kita. Outputnya turun sebanyak 50%, sesuai prediksi. Tapi sisa 50% itu tidak seluruhnya berpusingan ke kanan. Separuhnya berpusingan ke kanan dan separuhnya berpusingan ke kiri. Dan hal sama terjadi jika kita menyisipkan dinding di “jalur turun”. (Pembaca yang akrab dengan mekanika quantum mungkin mengenali eksperimen ini sebagai versi eksperimen double-slit yang diperlangsing secara logika.)

Bagaimana kita bisa memahami selisih antara hasil eksperimen ini dan ekspektasi kita? Pikirkan sebuah elektron yang melintasi alat ketika dinding tak terpasang. Pikirkan kemungkinan tentang rute mana yang telah ditempuhnya. Mungkinkah ia telah mengambil rute turun? Tampaknya tidak, sebab elektron yang mengambil rute tersebut (sebagaimana diungkap oleh eksperimen dengan dinding terpasang) diketahui memiliki statistik pusingan horizontal 50-50, sedangkan elektron yang melintasi alat tanpa terpasangi dinding diketahui dengan pasti berpusingan ke kanan saat keluar dari alat. Kalau begitu, mungkinkah ia telah mengambil jalur naik? Tidak, dengan alasan yang sama.

Mungkinkah ia, entah bagaimana, telah mengambil kedua jalur? Tidak: asumsikan, ketika elektron tertentu melintasi alat ini, kita menghentikan eksperimen dan ingin melihat di mana ia berada. Ternyata, separuh waktu kita mendapatinya di jalur naik dan tidak menemukan apapun di jalur turun, dan separuh waktu kita mendapatinya di jalur turun dan tidak melihat apapun di jalur naik. Mungkinkah ia tak mengambil satu jalur pun? Tentu tidak. Jika kita mendindingi kedua rute, tak ada yang bisa lewat sama sekali.

Rupanya, harus ada perubahan. Dan memang benar—setidaknya menurut salah satu dari ajaran sentral fisika teoritis selama setengah abad belakangan (inilah bagian kedua dari tiga dogma resmi yang saya singgung dalam paragraf pembuka, yang pertama soal ketidakpastian posisi). Doktrin tersebut menetapkan bahwa eksperimen-eksperimen ini tidak menyisakan kita pilihan selain menyangkal bahwa mustahil mempertanyakan rute mana yang diambil elektron melintasi alat seaneh itu. Mempertanyakan rute mana yang diambil elektron semacam itu mirip dengan mempertanyakan, katakanlah, pendirian politik seekor tuna atau status menikah angka 5. Intinya, mengajukan pertanyaan semacam itu sama dengan penerapan bahasa secara keliru, sama dengan apa yang disebut para filsuf sebagai kekeliruan kategori.

Karenanya, apa yang biasa dinyatakan buku-buku teks fisika mengenai elektron demikian bukan berati bahwa partikel mengambil rute naik atau rute turun atau kedua rute atau tak satu pun rute untuk melintasi alat. Melainkan bahwa sebetulnya tak ada fakta tentang rute mana yang mereka ambil—bukan cuma tak ada fakta yang diketahui, melainkan tak ada fakta sama sekali. Mereka berada dalam, menurut istilah buku teks, superposisi mengambil rute naik dan rute turun melintasi alat.

Terlepas dari hebatnya pengaruh ide-ide ini terhadap gambaran intuitif dunia kita, terhadap gagasan dasar tentang apa artinya menjadi material, menjadi partikel, satu set aturan lengkap telah dipersiapkan dan terbukti berhasil luar biasa dalam memprediksi semua perilaku teramati elektron-elektron di bawah kondisi ini. Lebih jauh, aturan ini—tentu saja dikenal sebagai mekanika quantum—terbukti berhasil luar biasa dalam memprediksi semua perilaku teramati semua sistem fisikal di bawah semua kondisi. Bahkan, mekanika quantum telah berfungsi lebih dari 70 tahun sebagai kerangka di mana seluruh fisika teoritis dijalankan.

Objek matematis yang dipakai mekanika quantum untuk merepresentasikan status sistem fisikal disebut sebagai fungsi gelombang. Dalam kasus sederhana sistem partikel tunggal seperti yang sudah saya bahas, fungsi gelombang mekanis quantum mengambil bentuk fungsi posisi sederhana. Fungsi gelombang sebuah partikel yang berlokasi di suatu kawasan A, contohnya, akan memiliki harga nol di manapun di ruang kecuali di A dan akan memiliki harga non-nol di A. Demikian pula, fungsi gelombang sebuah partikel di suatu kawasan B akan memiliki harga nol di manapun di ruang kecuali di B dan akan memiliki harga non-nol di B. Dan fungsi gelombang sebuah partikel dalam superposisi di kawasan A dan B—contoh fungsi gelombang sebuah elektron yang mulanya berpusingan ke kanan yang baru melintasi boks vertikal—akan memiliki harga non-nol di kedua kawasan itu dan harga nol di tempat lain.

Dan aturan pokok mekanika quantum (aturan yang akan dilanggar secara eksplisit oleh teori Bohm) menyatakan bahwa perepresentasian objek-objek fisikal dengan fungsi gelombang sama dengan merepresentasikan mereka seutuhnya. Ini menyatakan bahwa segala sesuatu yang bisa diceritakan mengenai sistem fisikal tertentu pada jenak waktu tertentu bisa dibaca dari fungsi gelombangnya.

Pencipta Dunia Quantum Baru

David Joseph Bohm lahir pada 1917 di Wikes-Barre, Pa. Setelah belajar fisika di Pennsylvania State College, dia mengejar studi sarjana di Universitas California di Berkeley. Di sana, selama Perang Dunia II, dia menyelidiki pemencaran partikel-partikel nuklir di bawah pengawasan J. Robert Oppenheimer. Setelah menerima gelarnya dari Berkeley, Bohm menjadi asisten profesor di Universitas Princeton pada 1946.

Selama tahun-tahun itulah Bohm menulis pembelaan klasiknya terhadap interpretasi Kopenhagen, Quantum Theory. Namun, pada waktu yang sama, keraguan Bohm akan kecukupan interpretasi tersebut kian meruncing. Alternatif miliknya muncul dalam bentuk terbitan tak lama setelah itu, tahun 1952.

Saat itu, Princeton sudah memaksanya keluar fakultas. Pada era McCarthy, Bohm dipanggil ke hadapan House Un-American Activities Committee berkenaan dengan tuduhan tak terbukti bahwa dia dan beberapa mantan kolega di laboratorium radiasi di Berkeley adalah simpatisan komunis. (Pada waktu Perang Dunia II, Oppenheimer mulai menyerahkan nama-nama teman dan kenalan kepada FBI yang dia duga sebagai agen komunis. Bohm rupanya salah satu tertuduh.) Sebagai penganut kebebasan yang penuh gairah, Bohm menolak bersaksi sebagai urusan prinsip. Akibatnya, komite menyatakannya melanggar tata tertib Kongres.

Insiden itu ternyata mendatangkan malapetaka pada karir profesional Bohm  di AS. Princeton menolak memperbarui kontraknya dan memintanya tidak menginjakkan kaki di kampus. Tak mampu menemukan pekerjaan di universitas lain, Bohm meninggalkan negara tersebut pada 1951 untuk mengisi jabatan di Universitas São Paulo, Brazil. Di sana dia diminta oleh pejabat AS untuk menyerahkan paspornya, praktis mencopot kewarganegaraan Amerika-nya.

Setelah mengajar di Brazil, Bohm pergi ke Technio di Israel dan ke Universitas Bristol di Inggris. Walaupun kemudian dibersihkan dari tuduhan dan akhirnya diperbolehkan bepergian lagi ke AS, Bohm bermukim permanen di Birkbeck College, London, pada 1961.

Selain interpretasinya atas mekanika quantum, dia berkontribusi pada fisika mainstream, mengerjakan plasma, logam, dan helium cair. Pada 1959, dia dan mahasiswanya, Yakir Aharonov, menemukan apa yang kini dikenal sebagai efek Aharonov-Bohm. Mereka menunjukkan, mekanika quantum memprediksi bahwa gerakan partikel-partikel bermuatan bisa dipengaruhi oleh kehadiran medan magnet sekalipun partikel tersebut tak pernah memasuki kawasan di mana medan itu terkurung. Eksperimen berikutnya semakin mengkonfirmasi efek tersebut [lihat “Quantum Interference and the Aharonov Effect”, tulisan Yoseph Imry dan Richard A. Webb, Scientific American, April 1989].

Bohm kemudian tertarik pada pertanyaan-pertanyaan filosofis yang lebih luas. Dia mengembangkan gambaran alam semesta sebagai keterhubungan segala sesuatu, gagasan yang disebutnya “implicate order”. Dia menulis beberapa buku mengenai fisika, filsafat, dan sifat kesadaran. Dia tengah berkolaborasi menulis sebuah buku mekanika quantum lainnya saat meninggal akibat serangan jantung pada Oktober 1992. Teman dan kolega mengenang Bohm tak hanya sebagai sosok brilian dan berani tapi juga amat jujur, lembut, dan murah hati.

David J. Bohm (tengah) dikawal ke ruang dengar-pendapat House Un-American Activities Committee oleh Donald Appel, staf penyelidik, pada 25 Mei 1949.

 

Hukum fisika adalah tentang—bahkan, seluruh isi hukum fisika menurut mekanika quantum—bagaimana fungsi-fungsi gelombang sistem fisikal berevolusi seiring waktu. Mekanika quantum versi buku teks mengacu pada dua kategori hukum demikian. Dan yang aneh dari rumusan ini, salah satu dari kategori tersebut berlaku manakala sistem fisikal yang dimaksud tidak diamati secara langsung, sedangkan kategori lainnya berlaku manakala sistem diamati.

Hukum dalam kategori pertama biasanya ditulis dalam bentuk “persamaan gerak” linier diferensial. Mereka dirancang untuk menetapkan bahwa, contohnya, sebuah elektron yang mulanya berpusingan ke kanan yang diumpan ke dalam boks vertikal akan muncul dari boks itu dalam superposisi menempuh rute naik dan turun. Lebih jauh, semua bukti eksperimen yang ada mengindikasikan hukum tersebut mengatur evolusi fungsi gelombang setiap sistem fisikal mikroskopis terisolir di bawah semua kondisi. Jadi, karena sistem-sistem mikroskopis merupakan konstituen segala sesuatu yang eksis, seolah ada alasan bagus untuk menduga bahwa persamaan linier diferensial adalah persamaan gerak sejati seluruh alam semesta fisikal.

Padahal kesimpulan tersebut belum tentu benar jika memang fungsi gelombang merupakan deskripsi lengkap sistem fisikal, sebagaimana pendapat mekanika quantum. Untuk permulaan, hukum yang yang diekspresikan oleh persamaan-persamaan itu bersifat deterministik sepenuhnya, padahal unsur untung-untungan murni tampak memainkan peran dalam hasil eksperimen boks pusingan.

Pikirkan hasil eksperimen posisi sebuah elektron yang mulanya dalam superposisi di kawasan A dan kawasan B. Kalkulasi sederhana mengungkap bahwa persamaan gerak linier diferensial menyodorkan prediksi definitif mengenai akhir proses pengukuran demikian. Namun, persamaan itu tidak memprediksi perangkat pengukur akan menunjukkan bahwa elektron ditemukan di A atau bahwa elektron ditemukan di B (padahal inilah yang terjadi saat Anda betul-betul melakukan pengukuran seperti itu). Justru, persamaan menyatakan perangkat pengukur akan dengan pasti berakhir dalam superposisi yang menunjukkan bahwa elektron ditemukan di A dan menunjukkan bahwa elektron ditemukan di B. Dengan kata lain, persamaan itu memprediksi perangkat pengukur akan berakhir dalam status fisikal di mana sederhananya tak ada fakta tentang ke mana ia menunjuk. Hampir tak perlu dikatakan bahwa superposisi demikian (apapun mereka) tidak tepat menggambarkan status akhir segala sesuatu saat Anda betul-betul melakukan pengukuran.

Alhasil, menurut argumentasi resmi, kategori pertama hukum ini perlu dilengkapi dengan kategori kedua, yang secara eksplisit bersifat probabilistik. Contoh, ini menuntut bahwa jika posisi sebuah elektron bersuperposisi kawasan A dan B diukur, akan ada peluang 50% menemukannya di kawasan A dan peluang 50% menemukannya di kawasan B. Dengan kata lain, jika posisi elektron diukur, akan ada peluang 50% bahwa fungsi gelombang elektron akan berubah selama pengukuran ke [posisi] yang harganya adalah nol di manapun selain di kawasan A dan peluang 50% bahwa fungsi gelombangnya akan berubah ke [posisi] yang harganya adalah nol di manapun kecuali di kawasan B. (Perubahan ini terkadang disebut “kekolapsan” fungsi gelombang.)

Bagaimana kita bisa membedakan antara kondisi di mana hukum kategori pertama berlaku dan kondisi di mana kategori kedua berlaku? Semua pendiri mekanika quantum cuma mengatakan, ini ada kaitannya dengan pembedaan antara “pengukuran” dan “proses fisikal biasa”, atau antara apa yang mengamati dan apa yang diamati, atau antara subjek dan objek.

Fungsi partikel gelombang memiliki harga non-nol di area ruang di mana pengukuran posisi akhirnya menemukan partikel. Dalam dogma standar, pengamatan “mengkolapskan” fungsi gelombang ke kawasan A atau kawasan B.

Selama beberapa waktu, banyak fisikawan dan filsuf memandang urusan ini sangat tak memuaskan. Aneh memang, rumusan terbaik hukum terfundamental alam mesti bergantung pada ketidakpresisian dan pembedaan yang sukar dipahami seperti ini. Tantangan untuk menyingkirkan atau memperbaiki ketidakpresisian tersebut muncul sebagai tugas sentral fondasi mekanika quantum selama 30 tahun terakhir. Ia memiliki sejumlah nama: misalnya persoalan kucing Schrödinger, atau persoalan temannya Wigner, atau persoalan reduksi status quantum. Saya akan menyebutnya dengan nama kontemporer yang paling lazim: persoalan pengukuran.

Satu solusi paling mencolok terhadap persoalan pengukuran ditemukan oleh fisikawan kelahiran Amerika, David J. Bohm. Fisikawan Prancis Louis de Broglie menemukan sebuah skema relevan beberapa tahun sebelumnya, tapi rumusan de Broglie kurang umum dan kurang kuat dibanding rumusan Bohm. Belakangan, mendiang fisikawan John Bell menuangkan kembali teori awal bohm ke dalam bentuk amat sederhana dan memaksa.

Meskipun bertentangan dengan semua bukti yang disajikan di atas, teori Bohm menganggap partikel adalah jenis benda yang tanpa kecuali berlokasi di suatu tempat tertentu. Selain itu, teori Bohm jauh lebih gamblang daripada interpretasi Kopenhagen mengenai penyusun dunia. Menurut keterangan Bohm, fungsi gelombang bukan sekadar objek matematis melainkan objek fisikal, benda fisik. Bohm memperlakukan mereka seperti medan-medan gaya klasik, misalnya medan gravitasi dan medan magnet. Peran fungsi gelombang dalam teori Bohm (persis seperti medan gaya klasik) adalah praktisnya mendorong partikel berkeliling, memandu mereka seolah-olah sepanjang jalur patut mereka.

Hukum yang mengatur evolusi fungsi gelombang seiring waktu ditetapkan sama dengan persamaan gerak linier diferensial mekanis quantum standar—tapi kali ini tanpa pengecualian. Ada juga hukum lain dalam teori Bohm yang mendikte bagaimana fungsi gelombang itu mendorong partikelnya masing-masing berkeliling. Semua hukum tersebut deterministik sepenuhnya. Oleh sebab itu, posisi semua partikel di dunia pada suatu waktu, dan fungsi gelombang mekanis quantum lengkap dunia pada waktu tersebut, dapat dikalkulasi dengan pasti berdasarkan posisi semua partikel di dunia dan fungsi gelombang mekanis quantum lengkap dunia pada waktu sebelumnya.

Ketidakmampuan melakukan kalkulasi tersebut, ketidakpastian hasil kalkulasi, menurut teori ini merupakan ketidakpastian dalam mengetahui. Ini soal ketidaktahuan dan bukan soal bekerjanya unsur untung-untungan tak teredusir dalam hukum fundamental dunia. Meski demikian, teori ini menetapkan bahwa ketidaktahuan semacam itu terdapat pada kita, sebagai soal prinsip. Hukum gerak teori Bohm secara harfiah memaksakan jenis ketidaktahuan ini pada kita. Dan ketidaktahuan ini ternyata memadai, dan tepat, untuk mereproduksi prediksi statistik familiar mekanika quantum. Itu terjadi dengan merata-ratakan apa yang tidak diketahui seseorang, persis sama dengan merata-ratakan apa yang terdapat dalam mekanika statistik klasik.

Teori ini menggambarkan proses fisikal yang riil, konkrit, dan deterministik—proses yang bisa dilaksanakan sampai akhir dalam detil matematis presisi—dengan begitu tindakan pengukuran tak pelak lagi menghalangi apa yang diukur. Dengan kata lain, teori Bohm menetapkan bahwa ketidaktahuan ini—walaupun cuma ketidaktahuan akan fakta definitif dunia—tak dapat disingkirkan tanpa melanggar hukum fisika (yakni tanpa melanggar salah satu dari dua hukum gerak yang digambarkan dalam boks Rumus Matematika Teori Bohm, sedangkan hal-hal lain mengenai teori Bohm mengikuti ini).

Teori Bohm dapat sepenuhnya menerangkan hasil eksperimen dengan kontrapsi dua jalur—eksperimen yang mengimplikasikan bahwa elektron-elektron bisa berada dalam status di mana tak diperoleh fakta mengenai lokasi mereka. Dalam kasus elektron yang mulanya berpusingan ke kanan yang diumpan ke dalam alat, teori Bohm menetapkan elektron akan mengambil rute naik atau rute turun, titik. Mana di antara kedua rute itu yang diambil, hal ini sepenuhnya ditentukan oleh kondisi awal partikel, lebih rincinya oleh fungsi gelombang awal dan posisi awal. Tentu saja, detil tertentu kondisi-kondisi tersebut akan mustahil dipastikan oleh pengukuran, sebagai soal hukum. Tapi poin krusial di sini adalah, rute manapun yang ternyata diambil elektron, fungsi gelombangnya akan membelah dan mengambil kedua rute. Itu akan terjadi sesuai dengan persamaan gerak linier diferensial.

Jadi, pada saat elektron yang dimaksud mengambil, katakanlah, rute naik, ia akan dipersatukan lagi di boks hitam dengan paruh fungsi gelombangnya yang mengambil rute turun. Bagaimana paruh rute turun fungsi gelombangnya akhirnya mendorong elektron berkeliling begitu keduanya dipersatukan, hal ini tergantung pada kondisi fisikal yang dijumpai sepanjang jalur turun. Sederhananya, begitu kedua paruh fungsi gelombang elektron dipersatukan lagi, paruh yang menempuh rute yang tak diambil elektron itu sendiri dapat “memberitahu” elektron tentang keadaan di sepanjang jalur tersebut. Contoh, jika pembatas disisipkan pada rute turun, paruh turun fungsi gelombang akan hilang di pintu keluar boks hitam. Kemangkiran ini bisa menjadi informasi menentukan. Jadi, gerakan yang dilakukan elektron, sekalipun ia mengambil jalur naik melintasi alat, bisa sangat tergantung pada apakah pembatas disisipkan atau tidak.

Lebih jauh, teori Bohm menetapkan bahwa paruh “kosong” fungsi gelombang—paruh yang menempuh rute yang tak diambil elektron itu sendiri—sama sekali tak terdeteksi. Salah satu konsekuensi persamaan kedua dalam boks di bawah adalah, efek terhadap gerakan partikel lain hanya dimiliki oleh paruh fungsi gelombang partikel tertentu yang sedang diisi oleh partikel bersangkutan. Jadi paruh kosong fungsi gelombang—meski faktanya ia secara fisik ada—sama sekali tak mampu meninggalkan jejak yang bisa diamati pada detektor atau lainnya.

Karenanya, teori Bohm menerangkan semua perilaku tak terduga elektron yang tadi dibahas; ia mampu menerangkan setiap detilnya sebagaimana interpretasi standar. Lebih jauh, dan poin ini penting, ia bebas dari kebingungan metafisik yang diasosiasikan dengan superposisi mekanis quantum.

Rumus Matematika Teori Bohm

Teori Bohm secara keseluruhan terdiri dari tiga unsur. Pertama adalah hukum deterministik (yakni, persamaan Schrödinger) yang menggambarkan bagaimana fungsi gelombang sistem-sistem fisikal berevolusi seiring waktu. Berikut adalah rumusnya:

di mana i adalah bilangan imajiner Ö-1, h adalah konstanta Planck, y adalah fungsi gelombang, H adalah objek matematis bernama operator Hamilton, N adalah jumlah partikel dalam sistem, x1…x3N merepresentasikan koordinat-koordinat ruang partikel tersebut, dan t adalah waktu. Secara longgar bisa dikatakan, operator Hamilton menggambarkan energi dalam sistem.

Unsur kedua adalah hukum deterministik gerak partikel:

di mana X1…X3N merepresentasikan nilai koordinat aktual partikel, dXi(t)/dt adalah laju perubahan Xi pada waktu t, dan ji merepresentasikan komponen-komponen arus probabilitas standar mekanis quantum. Subskrip i berkisar dari 1 sampai 3N.

Unsur ketiga adalah aturan statistik yang analogis dengan aturan yang dipakai dalam mekanika statistik klasik. Ini menetapkan secara presisi bagaimana seseorang melakukan “perata-rataan” ketidaktahuan mutlak dirinya atas status-status presisi sistem fisikal. Begini ceritanya. Asumsikan seseorang diberi fungsi gelombang sistem tertentu tapi tak ada informasi mengenai posisi partikel-partikelnya. Untuk mengkalkulasi gerakan partikel itu di masa mendatang dia menduga, probabilitas bahwa partikel-partikel itu sedang terdapat di suatu posisi (X1…X3N) adalah sama dengan |y (X1…X3N)|2. Jika informasi mengenai posisi partikel-partikel menjadi tersedia (selama pengukuran), aturan mengindikasikan bahwa informasi tersebut harus dipakai untuk “mengupdate” probabilitas-probabilitas melalui prosedur matematis bernama kondisionalisasi sederhana.

Secara harfiah, inilah yang ada dalam teori Bohm. Apapun hal lain yang kita ketahui tentangnya—contohnya, semua yang disajikan dalam artikel—berasal dari ketiga unsur ini.

 

Adapun tentang persoalan pengukuran, bisa diyakinkan bahwa teori Bohm tidak menderita hal semacam itu. Teori Bohm berpandangan, persamaan gerak linier diferensial sungguh-sungguh dan sepenuhnya menggambarkan evolusi fungsi gelombang keseluruhan alam semesta—perangkat pengukur, pengamat, dan semuanya. Tapi ia juga menetapkan bahwa ada fakta definitif mengenai posisi partikel dan, konsekuensinya, mengenai posisi jarum penunjuk pada perangkat pengukur dan mengenai posisi molekul tinta pada buku catatan laboratorium dan mengenai posisi ion dalam otak manusia pengamat dan dengan demikian, kiranya, mengenai hasil eksperimen.

Terlepas dari semua keunggulan spektakuler teori Bohm, penolakan semua pihak untuk sekadar mempertimbangkannya, dan kepatuhan hampir semua pihak pada rumusan standar mekanika quantum, telah berlangsung dalam fisika secara mengherankan selama hampir 40 tahun terakhir ini. Banyak periset bertahun-tahun menolak teori Bohm dengan alasan teori ini memberi peran matematis istimewa pada posisi partikel. Keluhan mereka adalah: pemberian peran ini akan merusak kesimetrian antara posisi dan momentum, yang implisit dalam matematika teori quantum sampai kala itu—seolah-olah merusak kesimetrian tersebut sama dengan penghinaan yang lebih serius terhadap nalar ilmiah ketimbang meruntuhkan ide realitas fisikal objektif dalam rumusan Kopenhagen secara radikal. Yang lainnya menolak teori Bohm sebab teori ini tidak membuat prediksi empiris (dengan kata lain tidak membuat prediksi nyata) yang berbeda dari prediksi interpretasi standar—seolah fakta bahwa kedua rumusan memiliki banyak kesamaan menunjukkan mereka lebih menyukai yang satu daripada yang lain. Yang lainnya lagi menyebutkan “bukti” dalam literatur—yang paling terkenal ditemukan oleh matematikawan Amerika John von Neumann, dan kesemuanya salah—bahwa pengganti deterministik untuk mekanika quantum hasil capaian Bohm bahkan tak mungkin ada.

Untungnya, diskusi-diskusi itu kini sebagian besar telah tiada. Walaupun interpretasi Kopenhagen masih menjadi dogma pemandu rata-rata fisikawan aktif, para penstudi serius fondasi mekanika quantum jarang mempertahankan rumusan standar lagi. Kini terdapat sejumlah proposal baru dan menarik untuk memecahkan persoalan pengukuran. (Misalnya, ada upaya untuk membangkitkan ide kekolapsan fungsi gelombang dalam bahasa yang lebih presisi, yang saya kemukakan di awal.) Di hadapan inilah, di hadapan proposal-proposal yang masih harus ditemukan, dan tentu saja di hadapan fakta eksperimenlah teori Bohm pada akhirnya harus diadili. Majelis hakim untuk semua itu belum ada.

Murtadin quantum David J. Bohm, diperlihatkan di sini tiga tahun sebelum kematiannya pada 1992, merumuskan interpretasi mekanika quantumnya pada 1950-an.

Teori Bohm adalah satu-satunya proposal serius saat ini yang sepenuhnya deterministik. Ia juga satu-satunya yang menyangkal adanya superposisi, bahkan untuk sistem mikroskopis. Tapi tentu saja ia tidak bebas dari pelanggaran akal sehat fisikal. Barangkali yang paling mencolok dari pelanggaran tersebut adalah nonlokalitas. Teori ini memperkenankan kemungkinan bahwa sesuatu yang terdapat di kawasan A bisa mempunyai efek fisikal di kawasan B, seketika itu juga, tak peduli seberapa jauh kawasan A dan B terpisah. Pengaruh tersebut sama sekali independen dari kondisi-kondisi yang ada di ruang antara A dan B [lihat “Faster than Light?”, tulisan Raymond Y. Chiao, Paul G. Kwiat, dan Aephraim M. Steinberg, Scientific American, Agustus 1993].

Tapi nonlokalitas mungkin perlu kita akrabi, sesuatu yang barangkali merupakan fakta alam. Rumusan standar mekanika quantum juga [bersifat] nonlokal, begitupun sebagian besar solusi yang diajukan belakangan ini terhadap persoalan pengukuran. Bahkan, menurut argumen terkenal Bell, teori manapun yang mampu mereproduksi prediksi statistik mekanika quantum yang sudah diketahui kebenarannya dan yang memenuhi beberapa asumsi masuk akal mengenai sifat fisikal dunia pasti [bersifat] nonlokal. Satu-satunya skema yang terbayangkan untuk menyangkal asumsi-asumsi itu dan dengan demikian mengindari nonlokalitas adalah interpretasi “many worlds” dan interpretasi “many minds” mekanika quantum. Keduanya mengindikasikan bahwa, dalam beberapa pengertian, semua hasil potensial eksperimen, bukan cuma salah satu dari hasil tersebut, sungguh-sungguh ada. Dan keduanya (mungkin) terlalu ganjil untuk diambil serius.

Para peneliti juga mengangkat berbagai perhatian lain. Bagaimana persisnya status filosofis probabilitas dalam teori Bohm? Apakah penjaminan bahwa setiap partikel di dunia memiliki posisi determinis betul-betul sama dengan penjaminan bahwa setiap pengukuran memiliki hasil determinis dan bahwa segala sesuatu yang secara intuitif kita anggap determinis betul-betul determinis? Pertanyaan-pertanyaan ini terus menjadi subjek perdebatan dan penyelidikan aktif.

Terakhir, dan terpenting, saya harus tekankan bahwa segala yang dikemukakan dalam artikel ini hanya berlaku, setidaknya saat ini, pada sistem fisika nonrelativistik. Dengan kata lain, ini hanya menyinggung sistem-sistem yang energinya tidak sangat besar, yang tidak bergerak mendekati kecepatan cahaya, dan yang tidak terpapar medan gravitasi kuat. Pengembangan pengganti ala Bohm untuk teori medan quantum relativistik masih sedang dikerjakan, dan keberhasilan usaha tersebut sama sekali tidak dijamin. Jika pengganti semacam itu ternyata mustahil, maka teori Bohm harus dibuang, dan begitulah.

Tapi kebetulan, sebagian besar proposal lain untuk pemecahan persoalan pengukuran mengalami kesulitan serupa. Kecuali, lagi-lagi, interpretasi many-worlds dan many-minds, yang generalisasi relativistiknya cukup sederhana, tapi klaim metafisiknya sukar dipercaya. Kebanyakan jalan fondasi mekanika quantum di masa mendatang akan bergantung pada bagaimana upaya-upaya relativisasi muncul.

Sementara ini, banyak hal tentang fondasi gambaran dunia fisik ternyata belum pasti. Rincinya, kemungkinan-kemungkinan bahwa hukum fisika sepenuhnya deterministik dan bahwa yang digambarkannya adalah gerakan partikel (atau beberapa analog gerakan tersebut dalam teori medan quantum relativistik) akhirnya dan pastinya kembali terbuka untuk didiskusikan.

Penulis

David Z. Albert mengerjakan penelitian ilmiah dan filosofis mengenai beragam aspek fondasi mekanika quantum, dengan penekanan khusus pada persoalan pengukuran quantum. Baru-baru ini dia juga memikirkan hubungan antara persoalan tersebut dan arah waktu. Pada 1982 dia menerima Ph.D.-nya dalam fisika teoritis dari Universitas Rockefeller. Sebelum mengisi jabatannya yang sekarang sebagai profesor filsafat di Universitas Columbia, dia bertugas di fakultas fisika di Universitas South Carolina di Columbia dan fellow pasca doktoral di Universitas Tel Aviv. Bukunya, Quantum Mechanics and Experience, diterbitkan tahun lalu oleh Harvard University Press.

Bacaan Lebih Lanjut

  • A Suggested Interpretation of the Quantum Theory in Terms of “Hidden” Variable, I and II. David Bohm dalam Quantum Theory and Measurement. Disunting oleh J. A. Wheeler dan W. H. Zurek. Princeton University Press, 1983.
  • On the Impossible Pilot Wave. Dalam Speakable and Unspeakable in Quantum Mechanics. John S. Bell. Cambridge University Press, 1987.
  • Bohm’s Theory. David Z Albert. Dalam Quantum Mechanics and Experience. Harvard University Press, 1992.
  • Quantum Equilibrium and the Origin of Absolute Uncertainty. Detlef Dürr, Sheldon Goldstein, dan Nino Zanghi dalam Journal of Statistical Physics, Vol. 67, No. 5/6, hal. 843-908; Juni 1992.

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.