Apakah Kaum Konservatif Lebih Skeptis Terhadap Perubahan Iklim?

Oleh: Universitas Queensland
8 Mei 2018
Sumber: Phys

Read more: Apakah Kaum Konservatif Lebih Skeptis Terhadap Perubahan Iklim?

Kepercayaan luas bahwa orang-orang berpandangan politik konservatif lebih mungkin untuk menolak sains perubahan iklim telah ditantang oleh para peneliti Universitas Queensland.

Peneliti telah menganalisa pertalian antara skeptisisme perubahan iklim dan konservatisme politik.
(Kredit: Universitas Queensland)

Profesor Matthew Hornsey dan kolega dari School of Psychology dan School of Communication and Arts, Universitas Queensland, mensurvei 5323 orang di negara-negara untuk menganalisa pertalian antara skeptisisme perubahan iklim dan konservatisme politik.

“Saya penasaran kenapa, dari 17 kandidat yang berkampanye untuk menjadi capres Republik dalam pilpres AS 2016, banyak yang terang-terangan skeptis terhadap sains perubahan iklim,” kata Profesor Hornsey.

“Penolakan arus utama terhadap sains perubahan iklim di kalangan partai politik besar ini tidak tampak di negara-negara lain, sehingga menimbulkan pertanyaan: apakah kecenderungan kaum konservatif untuk lebih skeptis terhadap perubahan iklim adalah fenomena global, ataukah itu khas Amerika? Kami menemukan, dalam kira-kira 75% dari negara-negara yang disurvei, kaum konservatif tidak menunjukkan skeptisisme lebih besar terhadap perubahan iklim dibanding orang-orang lain. Yang menarik, negara-negara dengan tingkat emisi karbon relatif rendah tidak menunjukkan hubungan antara konservatisme dan skeptisisme perubahan iklim, sementara negara-negara dengan tingkat emisi tinggi—termasuk Amerika dan Australia—menunjukkan pertalian kuat. Satu kemungkinan alasan adalah bahwa kaum konservatif di negara-negara beremisi karbon tinggi memiliki lebih banyak kepentingan pribadi dalam menolak sains perubahan iklim, akibat investasi industri bahan bakar fosil di negara tersebut.”

Selain tentang ideologi politik, peserta ditanya tentang kepercayaan mereka pada teori-teori konspirasi.

“Inspirasi untuk pertanyaan ini adalah cuitan Donald Trump yang menyebut sains perubahan iklim adalah hoaks yang diciptakan China untuk membuat manufaktur AS tidak kompetitif,” kata Profesor Hornsey.

Peserta ditanya sejauh apa mereka mempercayai empat konspirasi terkenal: Presiden John F. Kennedy dibunuh sebagai bagian dari permufakatan terorganisir; Puteri Diana dibunuh; ada sekelompok elit yang berkonspirasi untuk menciptakan New World Order; dan pemerintah AS sudah tahu sebelumnya tentang serangan teroris 9/11 dan membiarkan itu terjadi.

“Kami menemukan semakin orang-orang Amerika percaya konspirasi secara umum, semakin mereka juga berpikir perubahan iklim adalah hoaks. Hubungan ini tidak dijumpai di kebanyakan negara.”

Profesor Hornsey menyebut pandangan peserta non-Amerika tentang perubahan iklim tidak bertalian kuat dengan pemikiran konspirasi, atau politik mereka.

“Ini mengindikasikan hambatan ideologis untuk menerima sains tidak timbul dari orang-orang yang secara spontan meninjau konsensus ilmiah melalui lensa pandangan keduniaan mereka. Sebaliknya, hambatan ideologis untuk menerima sains juga bisa didorong oleh individu-individu dan organisasi-organisasi berpengaruh yang punya kepentingan pribadi dalam menyampaikan bahwa sains tersebut salah. Temuan-temuan ini memberi semangat untuk usaha-usaha mitigasi perubahan iklim secara global.”

Dipublikasikan dalam Nature Climate Change, studi ini merupakan kolaborasi antara Profesor Hornsey dan mahasiswa Ph.D. Emily Harris dari School of Psychology Universitas Queensland, dan Associate Professor Kelly Fielding dari School of Communication and Arts Universitas Queensland.

Informasi lebih jauh: Matthew J. Hornsey dkk. Hubungan antara kepercayaan konspirasi, konservatisme, dan skeptisisme perubahan iklim di negara-negara, Nature Climate Change (2018). DOI: 10.1038/s41558-018-0157-2

Informasi jurnal: Nature Climate Change

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.